Skip to main content

Si Mentok Gemuk Dan Cacing Tanah

Tersebutlah kisah di sebuah desa ditepian hutan yang masih lebat, disana terdapat sebuah sendang yang sangat jernih airnya. Masyarakat desa menyebutnya dengan Sendang Ijo. Karena sangat jernih airnya, sehingga dasar sendang yang cukup dalam dan luas itu bisa dilihat dari atas, yang ternyata di dasarnya banyak ditumbuhi pepohonan air. Sehingga airnya berwarna kehijau-hijauan, selaras dengan warna daun pohon-pohon tadi.

Setiap hari masyarakat desa menggunakan air sendang itu untuk keperluan rumahtangga sehari-hari, misalnya untuk mencuci, mandi dan keperluan lainnya. Tidak jarang juga anak-anak desa sering bermain-main di sendang itu untuk mandi.

Disuatu pagi yang masih tamaran, karena matahari belum muncul di ufuk timur segerombolan menthok berjumlah puluhan dipimpin Si Menthok Gemuk, yang oleh kawanannya sering di panggil Bos Mendem, seperti biasa mencari sarapan pagi di sendang Ijo. Gerombolan menthok dengan rakusnya memakan apa saja yang bisa dimakannya. Dan yang menjadi makanan kesukaannya adalah cacing-cacing tanah yang tinggal di dasar sendang. 

Ayo serbuuuuu...teriak Bos Mendem memberi komando kepada anak buahnya untuk menyelam ke dasar sendang.


Di dasar sendang ternyata Masyarakat Cacing sudah bersiap-siap untuk melawan Pasukan Menthhok. Kali ini mereka tidak mau hanya menjadi makanan empuk si menthok-menthok rakus itu. Masyarakat Cacing sekarang sudah punya pimpinan, yang oleh Masyarakat Cacing biasa di panggil Ki Barumun.

Semuanya sudah siaaaaaaap...teriak Ki Barumun memberi aba-aba kepada Masyarakat Cacing yang tak kalah lantangnya dengan Bos Mendem. Siaaaaaaaaaaaaap...jawab Pasukan Cacing serempak.

Benar saja tak seberapa lama Pasukan Menthok sudah sampai di dasar sendang, merusak dan memakan apa saja yang di hadapannya. Anak-anak cacing, ibu-ibu cacing, cacing-cacing yang sudah tua, banyak yang menjadi korban keganasan Pasukan Menthok yang dipimpin Bos Mendem.

Strategi yang dipakai Ki Barumun adalah hit and run (pukul dan lari), dipadukan dengan strategi gerilya ala Jendral Sudirman...hehehe

Strategi ini ternyata terbukti jitu dan efektif, tujuannya adalah untuk menguras tenaga Pasukan Menthok. Ki Barumun sadar betul bila berhadapan satu lawan satu, tidaklah mungkin menang.

Walau bagaimanapun juga binatang darat tidaklah bisa bertahan lama bila berada di dalam air, tak seberapa lama sudah kelihatan mana pasukan yang akan menang dan kalah. Ki Barumun dengan teriak lantang terus memompa semangat pasukannya, "terus gempur...semangat...kita pasti menang", berulang-ulang Ki Barumun berteriak.

Dilain pihak pasukan menthok mulai kehabisan tenaga, termasuk Bos Mendem, "waduh...waduh...tobat...nggak kuat aku", banyak anak buah Bos Mendem bergumam dan hampir pingsan.

Akhirnya pasukan menthok mengaku kalah, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan berjanji pula akan ikut menjaga Sendang Ijo agar tetap jernih airnya. Sehingga bisa dimanfaatkan bersama-sama, termasuk dengan masyarakat desa.

" Kalau sudah menjadi besar, janganlah semena-mena terhadap yang kecil"

Tetap ceria anak-anak Nusantara, tersenyum, santun terhadap orangtua, ibu bapak, kakak, adik dan semuanya. Salam NKRI (A.M.Kisworo)

Kebumen, 5 Oktober 2013

Comments

Popular posts from this blog

Kr. Telaga Biru - Tuti Trisedya

Waktu bulan mulai bercahya Pancarkan sinarnya Berkilauan air di telaga Telaga biru maya Di tengahnya bambu sejuta Menghijau warnanya Kemilau sinarnya di telaga Telaga biru maya Diwaktu malam bulan purnama Terdengar nyanyian surga Bidadari yang bersuka riang Menghibur hati di telaga Di tengahnya rimba yang sunyi Telaga bidadari Bunga surga yang mengharumi Telaga biru suci Diwaktu malam bulan purnama Terdengar nyanyian surga Bidadari yang bersuka riang Menghibur hati di telaga Di tengahnya rimba yang sunyi Telaga bidadari Bunga surga yang mengharumi Telaga biru suci

Nandang Bronto - Safitri

Sok kapan biso kelakon Sliramu dadi sisihanku Wis suwe nggonku ngenteni Ning sliramu sajak ora ngerti Opo sliramu ra kroso Atiku lagi nandang bronto Aku nyuwun palilahmu Timbangono katresnanku iki Tak rewangi awak kuru Saben ndino mung nggagas sliramu Tak suwun rino lan wengi Mugo mugo ketekan sedyaku Opo pancen koyo ngene rasane Wong kang nandang bronto Sedino ora ketemu Rumangsaku wis koyo sewindu Tak rewangi awak kuru Saben ndino mung nggagas sliramu Tak suwun rino lan wengi Mugo mugo ketekan sedyaku Opo pancen koyo ngene rasane Wong kang nandang bronto Sedino ora ketemu Rumangsaku wis koyo sewindu Sedino ora ketemu Rumangsaku wis koyo sewindu

Hati Yang Luka - Obbie Messakh

Berulang kali aku mencoba Selalu untuk mengalah Demi keutuhan kita berdua Walau kadang sakit Lihatlah tanda merah di pipi Bekas gambar tanganmu Sering kau lakukan bila kau marah Menutupi salahmu Samakah aku bagai burung di sana Yang dijual orang Hingga sesukamu kau lakukan itu Kau sakiti aku Kalaulah memang kita berpisah Itu bukan suratan Mungkin ini lebih baik Agar kau puas membagi cinta Pulangkan saja aku pada ibumu Atau ayahku Dulu segenggam emas Kau pinang aku Dulu bersumpah janji Di depan saksi Namun semua hilanglah sudah Ditelan dusta Namun semua tinggal cerita Hati yang luka Biar biarkanlah ada duka Malam ini Mungkin esok Kan kau jelang bahagia Bersama yang lain Kalaulah memang kita berpisah  Itu bukan suratan Mungkin ini lebih baik Agar kau puas membagi cinta Pulangkan saja aku pada ibumu Atau ayahku Dulu segenggam emas Kau pinang aku Dulu bersumpah janji Di depan saksi Namun semua hilanglah sudah Ditelan dusta Namun semua tin